Syarat-syarat untuk Menjadi Biksu

Maaf, saya hanya bisa membantu dalam bahasa Inggris. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Syarat Menjadi Biksu

Biksu di Biara

Menjadi seorang biksu atau bhikkhu memiliki arti sakral yang tinggi, dimana dia telah mengabdikan dirinya sepenuhnya kepada agama Buddha dan tinggal di biara sebagai tempat bernaung. Namun, menjadi seorang biksu tidaklah mudah, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi seorang bhikkhu yang sesuai dengan ajaran Buddha.

1. Bertujuan Untuk Mencapai Pencerahan

Pemandangan dari Kuil Buddha

Muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan shalat lima waktu, Kristen beribadah pada hari minggu, dan agama Buddha memiliki tujuan untuk mencapai pencerahan. Syarat pertama untuk menjadi seorang biksu adalah memiliki tekad untuk mencapai pencerahan dalam ajaran Buddha. Ini mengharuskan seseorang untuk mempelajari ajaran Buddhisme secara mendalam dan menerapkannya ke dalam kehidupannya.

Bertujuan untuk mencapai pencerahan juga mengharuskan seorang calon biksu untuk memahami bahwa kebahagiaan dan ketenangan diraih melalui pengendalian batin dan membebaskan diri dari keserakahan dan ketidaktahuan. Dia harus selalu memupuk kebaikan, menjaga kemurnian hati, mempersempit aspek materialis dan lebih berfokus pada pencapaian pencerahan spiritual.

2. Memenuhi Kriteria Usia

Orang tua dan bayi

Menjadi seorang biksu memiliki kriteria usia yang tetap, walaupun terdapat perbedaan dalam hal ini pada setiap negara yang memeluk agama Buddha. Namun secara umum, kriteria usia untuk menjadi seorang biksu adalah minimal 20 tahun. Hal ini harus dicapai pada tahap permulaan sebelum calon biksu melakukan persiapan untuk menjadi bhikkhu.

Tujuan dari kriteria usia adalah untuk memastikan bahwa seseorang telah cukup dewasa, memiliki pemikiran yang matang dan memiliki kemauan yang kuat untuk melepaskan diri dari kehidupan materi, mencari pencerahan dan mengabdikan hidupnya kepada agama.

3. Memiliki Izin Orang Tua

Kelompok Keluarga

Sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi seorang biksu, ia harus mendapatkan izin dari orang tua terlebih dahulu. Ini karena pengabdian hidupnya di biara akan memakan waktu yang cukup lama dan merupakan tindakan yang sangat berarti. Oleh karena itu, orang tua harus memberikan izin sebelum seseorang memutuskan untuk memulai perjalanan kehidupan biksu.

Izin dari orang tua mendapatkan tempat penting dalam agama Buddha karena ajarannya menekankan bahwa menghormati orang tua harus terus dijunjung tinggi. Bahkan jika seseorang sudah memiliki tujuan dan tekad untuk mencapai pencerahan, tanggung jawab terhadap orang tua adalah hal yang sama pentingnya dalam pencapaian pencerahan tersebut.

4. Belajar Di Biara Terlebih Dahulu

Seorang murid dan gurunya

Menjadi seorang biksu membutuhkan pembelajaran secara intensif terhadap ajaran agama Buddha. Kebanyakan calon biksu harus menyelesaikan waktu pembelajaran selama 2-4 tahun di biara dengan seorang guru sebelum diizinkan menjadi seorang bhikkhu. Hal ini memastikan bahwa seseorang telah memahami ajaran Buddha dengan baik dan memenuhi persyaratan menjadi seorang biksu.

Lebih dari itu, masa belajar di biara adalah masa untuk mencari kesadaran diri, mengatur jadwal harian dan mempertajam keterampilan yang dibutuhkan dalam praktik Buddhismenya. Selama pembelajaran tersebut, calon biksu harus mengikuti peraturan dan disiplin dalam biara secara ketat.

5. Mengikuti Upacara Penahbisan

Patung Buddha emas

Setelah memenuhi syarat-syarat di atas, calon biksu harus mengikuti upacara penahbisan. Ini melibatkan prosesi spiritual yang dalam, di mana setiap biksu menerima setelan jubah dan ikat pinggang yang merupakan simbol pilihan yang dibuatnya.

Upacara penahbisan menandai permulaan kehidupan biksu dan janji untuk mengikuti semua prinsip yang dianut oleh agama Buddha. Dalam upacara ini, calon biksu diharapkan untuk melantunkan janji-janji setia dan mengucapkan permohonan maaf kepada semua orang yang pernah mereka sakiti selama kehidupan mereka sebelumnya.

Dalam mengikuti upacara penahbisan, seorang biksu telah mempelajari banyak pelajaran tentang kehidupan, nilai-nilai, dan kebijaksanaan yang diwariskan melalui agama Buddha. Ia menjadi bagian dari komunitas biksu yang diharapkan dapat hidup dalam ketenangan dan kedamaian.

Menemukan Guru yang Tepat

Menemukan Guru yang Tepat

Sebelum memulai perjalanan sebagai seorang biksu, penting untuk menemukan guru yang tepat untuk mengajarkan ajaran Buddha secara utuh dan memandu dalam proses pembelajaran. Namun, mencari guru yang tepat tidaklah mudah.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam mencari guru:

  • Kualifikasi Guru – Pastikan guru yang dipilih memiliki kualifikasi atau pengalaman yang memadai dalam mengajarkan ajaran Buddha. Guru yang baik akan menguasai ajaran-ajaran Buddha secara utuh dan mampu membimbing murid-muridnya dengan baik.
  • Kebijakan Guru – Selain itu, penting juga untuk memahami kebijakan guru dalam memberikan ajaran. Pastikan guru tidak hanya memberikan ajaran tanpa dasar atau berdasarkan keyakinan pribadi semata.
  • Kesesuaian Sifat – Sifat seorang guru juga harus cocok dengan muridnya. Memilih guru yang memiliki sifat yang tidak sesuai bisa membuat proses pembelajaran menjadi tidak menyenangkan dan menambah hambatan dalam mencapai tujuan menjadi seorang biksu.
  • Perhatian Khusus untuk Keamanan – Khususnya bagi wanita, penting untuk memperhatikan keamanan saat memilih guru. Pastikan tidak ada perilaku yang merugikan atau membahayakan dari guru.

Jika sudah menemukan guru yang tepat, sering melakukan diskusi tentang ajaran Buddha dan memperhatikan saran-sarannya adalah hal yang penting untuk dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan benar mengenai ajaran-ajaran Buddha.

Dalam mencari guru, kita harus memahami bahwa mencari guru bukanlah mencari sosok yang sempurna, namun sosok yang dapat membimbing kita dalam belajar dan memiliki kepercayaan tidak perlu meragukan keberadaan guru tersebut. Selain itu, kita juga harus tetap berhati-hati agar tidak terjebak dalam praktik keagamaan yang tidak sehat atau merugikan.

Pengertian Lima Prinsip Dasar untuk Menjadi Biksu

Lima Prinsip Dasar untuk Menjadi Biksu

Biksu adalah seorang penganut agama Buddha yang sudah menjalani ritus sembahyang dan pelatihan khusus. Bagi calon biksu, ada lima prinsip dasar yang harus diamati, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat cabul, tidak berbohong, dan tidak minum minuman keras. Prinsip-prinsip tersebut merupakan penjabaran dari Pancasila, yaitu satu dari potongan nasional Indonesia yang wajib dipegang oleh seluruh warga negara Indonesia dari segala agama dan kepercayaan.

Prinsip Tidak Membunuh

Tidak Membunuh

Prinsip yang pertama adalah tidak membunuh. Seorang calon biksu harus menghargai kehidupan dan menjaga keseimbangan alam dengan tidak membunuh makhluk hidup apa pun, tidak peduli itu manusia atau hewan. Dalam pelatihan biksu, calon biksu diajarkan untuk merendahkan diri sendiri dan melatih kepekaan terhadap makhluk hidup lainnya.

Selain itu, prinsip ini dibuat untuk menghindari tindakan kekerasan yang dapat membahayakan manusia ataupun lingkungan. Oleh karena itu, seorang biksu hendaknya menjauhi segala bentuk aksi kekerasan.

Prinsip Tidak Mencuri

Tidak Mencuri

Prinsip kedua adalah tidak mencuri. Seorang biksu harus hidup dengan sederhana dan tidak mengambil apa pun yang bukan miliknya. Prinsip ini adalah sebagai bentuk pengendalian diri dan mengajarkan kejujuran dalam hidup sehari-hari. Calon biksu tidak hanya dilarang mencuri harta benda, tapi juga tidak boleh mencuri hati orang lain ataupun melakukan hal yang merugikan orang lain.

Prinsip Tidak Berbuat Cabul

Tidak Berbuat Cabul

Prinsip yang ketiga adalah tidak berbuat cabul. Seorang calon biksu harus membiasakan diri untuk menjaga kesuciannya dalam pergaulan dengan sesama manusia. Prinsip ini berkaitan dengan kehidupan manusia yang dilandaskan pada prinsip moral dan etika hidup. Dengan menjalankan prinsip ini, calon biksu akan menunjukkan penghargaannya terhadap diri sendiri dan menghargai kepercayaan yang diberikan.

Bagi seorang biksu, hidup haruslah sederhana dan mengejar kebenaran. Maka dari itu, mempertahankan kesucian diri serta menjauhi ketidakpantasannya menjadi hal yang sangat penting dalam tradisi kehidupan biksu.

Prinsip Tidak Berbohong

Tidak Berbohong

Prinsip yang keempat adalah tidak berbohong. Seorang biksu diharapkan untuk selalu berbicara dengan jujur dan tidak berbohong dalam mengatakan sesuatu. Prinsip ini tentang menghargai kebenaran menjadi kunci dalam mencapai kedamaian dan kesucian dalam hidup. Calon biksu juga diajarkan untuk tidak mempermainkan kata-kata dan berbicara dengan ramah dan santun.

Dalam menjalankan prinsip ini, seorang biksu harus menanamkan dalam hatinya bahwa kebenaran adalah yang terpenting dari segala hal dalam kehidupan. Dengan berbicara jujur, hidup mereka akan selalu terjaga dari prakarsa yang merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

Prinsip Tidak Meminum Minuman Keras

Tidak Meminum Minuman Keras

Prinsip yang terakhir adalah tidak meminum minuman keras. Calon biksu harus hidup sehat dan memiliki pikiran yang jernih serta tidak merugikan kesehatannya. Minuman keras digolongkan sebagai zat adiktif yang dapat merusak kesehatan dan meningkatkan tingkat kekerasan dalam perilaku manusia.

Oleh karena itu, seorang biksu harus menolak segala tawaran minuman keras dan memilih untuk menjalani hidup dengan sehat. Kedamaian dan ketenteraman dalam hidup akan didapatkan apabila prinsip yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik.

Mempelajari Kitab Suci


Mempelajari Kitab Suci Buddha

Untuk menjadi seorang biksu Buddha, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah mempelajari kitab suci agama Buddha, yaitu Tipitaka, yang terdiri dari tiga jilid. Kitab suci tersebut berisi ajaran-ajaran dan petunjuk bagi umat Buddha untuk mencapai pencerahan.

Secara umum, materi dalam kitab suci ini mencakup prinsip-prinsip dasar agama Buddha, mulai dari jalan menuju kebahagiaan, penyebab dan akibat, alam semesta, hingga etika dan moralitas. Seorang calon biksu harus mempelajari kitab suci ini secara cermat dan mendalam.

Untuk mempelajari kitab suci ini, seorang calon biksu harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, ia harus sudah berusia minimal 20 tahun dan telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas. Selanjutnya, ia harus sudah menjadi murid resmi seorang guru agama Buddha, dan mendapat persetujuan untuk mempelajari kitab suci.

Proses belajar mempelajari kitab suci ini tidaklah mudah. Butuh waktu yang lama dan kesabaran yang tinggi. Seorang calon biksu tidak hanya harus membaca dan menghafal baris demi baris dari kitab suci ini, tetapi juga harus memahami makna di balik kata-kata yang ada. Belajar kitab suci tidak bisa dilakukan secara asal-asalan, tetapi harus dilakukan dengan hati yang bersih dan penuh keikhlasan.

Ada beberapa cara untuk mempelajari kitab suci bagi calon biksu. Cara yang paling umum adalah berguru langsung kepada seorang biksu senior yang sudah memahami kitab suci dengan baik. Selain itu, ada juga sekolah agama Buddha yang khusus mendidik calon biksu untuk mempelajari kitab suci dan menjadi seorang biksu yang sesuai dengan tata cara agama Buddha.

Dalam kitab suci sendiri, terdapat tiga jilid yang masing-masing memiliki isi yang berbeda. Jilid pertama, Vinaya Pitaka, berisi tentang perundang-undangan bagi biksu dan biksuni. Jilid kedua, Sutta Pitaka, berisi tentang ajaran-ajaran Buddha secara umum. Sedangkan jilid ketiga, Abhidhamma Pitaka, berisi tentang teori agama Buddha secara mendalam.

Secara umum, mempelajari kitab suci agama Buddha, yaitu Tipitaka, yang terdiri dari tiga jilid merupakan salah satu syarat penting bagi calon biksu. Belajar kitab suci ini bukan hanya menghafal baris demi baris, melainkan juga memahami makna di balik kata-kata yang ada dengan hati bersih dan penuh keikhlasan.

Tretiak adalah Syarat Utama untuk Menjadi Biksu di Indonesia


Tretiak Indonesia

Bagi orang Indonesia yang ingin menjadi biksu, terlebih dahulu harus melakukan tretiak. Tretiak adalah ritual permohonan izin kepada guru atau sangha sebagai tanda kesungguhan hati dalam mempertimbangkan keputusan untuk mengabdikan hidup menjadi biksu.

Tretiak harus dilakukan dengan penuh keyakinan dan mengikutsertakan keluarga sebagai saksi. Hal ini dilakukan sebagai penghormatan pada orang tua sehingga kelak ketika mereka meninggal nanti, keluarga tidak merasa kehilangan atau menyesal karena keputusan sang anak untuk menjadi biksu.

Selain itu, melakukan tretiak juga melibatkan sang guru atau sangha dalam membimbing perjalanan hidup sang biksu. Ini akan memudahkan sang biksu dalam melaksanakan pranidhana, yaitu kesetiaan dan penghormatan pada guru serta sangha di mana seseorang tersebut mengabdi.

Tretiak juga menjadi syarat dalam memulai jalan hidup sebagai seorang biksu agar seseorang dapat membangun fondasi dasar dalam beribadah serta menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, guru, dan sangha. Dalam melakukan tretiak, seorang calon biksu harus memberikan persembahan sebagai tanda kesungguhan hati kepada guru atau sangha.

Persembahan yang diberikan biasanya berupa buah-buahan, bunga, dupa, serta uang dalam jumlah yang tidak lazim. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanda terima kasih karena guru atau sangha yang menerima persembahan tersebut akan memberikan doa agar sang calon biksu bisa menjadi seorang biksu seutuhnya dengan jalan hidup yang menghormati orang lain.

Dalam tretiak, seorang calon biksu juga diharuskan untuk mengikuti adat istiadat dan aturan kesopanan seperti tidak mengenakan sandal, pakaian yang sopan, dan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan guru atau sangha tentang niat dan alasan menjadi seorang biksu.

Jika tretiak telah selesai, maka seorang calon biksu akan diangkat menjadi seorang biksu dengan memulai masa pengenalan penuh terhadap ajaran-ajaran Sang Buddha. Dalam waktu 3-4 hari, seorang biksu harus dapat membaca liturgi, yang berisi doa-doa dalam bahasa Bali, Jawa, atau Sunda, tergantung pada daerah asal guru atau sangha.

Ketika berhasil menjadi seorang biksu, maka seluruh aset yang dimiliki akan diwakafkan ke sang guru atau sangha, termasuk tugas sosial seperti membantu sesama dengan cara memberikan bantuan materi dan moral. Seorang biksu dapat melayani masyarakat dengan cara memberikan nasehat serta membimbing masyarakat dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari.

Dengan sikap hormat dan semangat penuh kesungguhan dalam melaksanakan tretiak, maka seseorang akan lebih siap melewati jalan hidup sebagai seorang biksu yang harus mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pengabdian dan kebaikan.

Mempelajari Bahasa Pali


Bahasa Pali

Bahasa Pali adalah bahasa klasik dari agama Buddha yang harus dipelajari oleh seorang biksu karena kitab suci agama Buddha ditulis dalam bahasa tersebut. Selain itu, Bahasa Pali juga dianggap sebagai bahasa orisinil agama Buddha, yang artinya setiap kata dan kalimat di dalamnya memiliki makna mendalam dan kaya akan filosofi agama Buddha. Oleh karena itu, memahami Bahasa Pali adalah suatu keharusan bagi seorang biksu yang ingin memahami agama Buddha secara lebih utuh.

Namun, mempelajari Bahasa Pali bukanlah hal yang mudah. Selain karena Bahasa Pali termasuk dalam kategori bahasa kuno yang tak lagi umum dipakai, tanda baca serta alur kalimat di dalamnya pun berbeda dengan bahasa modern pada umumnya. Oleh karena itu, seorang biksu yang ingin mempelajari Bahasa Pali haruslah memiliki tekad kuat dan ketekunan dalam belajar.

Untuk mempelajari Bahasa Pali, seorang biksu harus memulai dengan memahami struktur Bahasa Pali sendiri, seperti tata bahasa, kosakata, dan konstruksi kalimat. Setelah itu, seorang biksu perlu memperdalam pemahaman dengan membaca kitab-kitab suci agama Buddha yang ditulis dalam Bahasa Pali. Beberapa kitab suci tersebut antara lain adalah Tipitaka, Abhidhamma Piṭaka, dan Vinaya Piṭaka.

Selain memahami struktur dan membaca kitab-kitab suci, seorang biksu juga perlu membiasakan diri dengan Bahasa Pali sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih berbicara dalam Bahasa Pali dengan biksu lainnya, ataupun dengan membentuk kelompok belajar Bahasa Pali.

Memahami Bahasa Pali secara mendalam adalah hal yang sangat penting bagi seorang biksu karena Bahasa Pali sering dipakai dalam praktik meditasi agama Buddha, seperti chanting dan pengucapan mantra. Dengan memahami Bahasa Pali secara baik, seorang biksu dapat mengambil manfaat spiritual yang lebih dalam dari praktik-praktik meditasi tersebut.

Mendapat dukungan dari Keluarga


Keluarga Biksu

Menjadi biksu bukanlah sebuah keputusan yang bisa diambil begitu saja. Keinginan untuk menjadi biksu harus melalui persiapan matang serta rancang bangun mental, batin, dan fisik yang benar-benar kuat. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan untuk membantu calon biksu terus bersemangat dan merasa didukung dalam perjalanannya.

Terkadang, keluarga mungkin memiliki pandangan yang berbeda dan merasa khawatir dengan rencana seseorang untuk menjadi biksu. Namun, calon biksu harus bisa menjelaskan dengan baik tentang apa yang sebenarnya ingin ia capai dan mengapa ingin menjadi biksu. Caranya, dengan memberi tahu keluarga bahwa menjadi biksu adalah tentang menjalani hidup yang penuh rasa belas kasihan, mempraktikkan Dharma, dan membantu manusia lain untuk memperoleh kebahagiaan.

Dalam upaya mendapatkan dukungan keluarga, salah satu cara adalah dengan mempersiapkan diri dengan mempelajari agama Buddha secara mendalam, mengikuti retret meditasi secara rutin, dan menghindari perilaku yang bisa merugikan keluarga dan diri sendiri. Dalam hal ini, calon biksu sebaiknya menceritakan kegiatannya pada keluarga sehingga mereka tahu bahwa keputusannya itu bukanlah sesuatu yang diputuskan begitu saja.

Selain itu, calon biksu juga sebaiknya dapat menegaskan bahwa menjadi biksu tidak berarti meninggalkan keluarga dan orang yang dicintai selamanya. Namun, menjadi biksu adalah tentang mencari kebahagiaan yang jauh lebih abadi dan bermanfaat bagi banyak orang.

Dalam dunia yang serba kompleks seperti sekarang ini, menjadi biksu tidak hanya tentang mendapatkan kedamaian dalam diri sendiri, namun juga sebagai panutan bagi masyarakat yang ingin menemukan kedamaian dalam hidup mereka. Sehingga, dukungan dan restu dari keluarga merupakan suatu motivasi dan kekuatan besar bagi calon biksu untuk meraih sukses dalam perjalanan menuju kehidupan baru sebagai biksu.

Maka dari itu, jika keluarga memang memberikan restu untuk menjadi biksu, calon biksu sebaiknya memperoleh dukungan yang tulus dari keluarga dengan memberi kesempatan agar keluarga dapat memahami keinginannya menjadi biksu. Calon biksu juga dapat meminta bantuan dan nasihat dari keluarga terutama pada saat menghadapi kesulitan dan tantangan dalam perjalanan menjadi biksu.

Menjalani Hidup Sederhana


Menjalani Hidup Sederhana

Biksu adalah orang yang hidupnya mencari kedamaian dan kedamaian batin. Untuk mencapai tujuan ini, mereka harus menjalani hidup yang sederhana dan menghindari gaya hidup yang boros. Ini termasuk menghindari barang-barang mewah, seperti ponsel canggih dan mobil mewah. Selain itu, biksu diharuskan untuk hidup tanpa terlibat dalam politik dan perjudian.

Ketika menjadi seorang biksu, mereka harus memulai kehidupan baru yang benar-benar bersih dan sederhana, di mana tidak ada tempat untuk barang-barang mahal dalam hidup mereka. Biksu hidup di biara, panti asuhan, atau tempat lain yang cocok untuk kehidupan sederhana. Mereka memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makanan, air, tempat tinggal, dan pakaian secara minimalis. Seorang biksu harus mengendalikan diri dan menghindari godaan duniawi seperti ketamakan dan keserakahan.

Di Indonesia, terdapat beberapa persyaratan untuk menjadi biksu, seperti terjun ke meditasi pada awalnya untuk memiliki pengalaman spiritual yang mendalam. Kemudian, calon biksu harus menemukan seorang biksu senior yang berpengalaman untuk membimbing dan melatih mereka. Biksu senior ini akan memberikan pelatihan yang ketat dan mempersiapkan mereka untuk hidup sebagai biksu. Seorang calon biksu harus memenuhi beberapa kualifikasi sebelum mereka diterima untuk masuk ke biara atau tempat tinggal monastik

Biksu harus memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang sangat sederhana. Ini berarti mereka dapat hidup dengan hanya mengetahui kebutuhan dasar mereka, seperti tempat tinggal, makanan, dan pakaian. Kehidupan biksu seharusnya tidak memiliki keinginan dan hanya dilakukan dengan ketenangan batin dan pikiran yang jernih. Mereka harus memiliki kebijaksanaan untuk tidak terus-menerus mempertanyakan kehidupan mereka.

Hidup sederhana juga mencakup tidak membeli produk mewah seperti jam tangan mahal atau pakaian merk terkenal. Mereka hanya menggunakan apa yang mereka butuhkan dan tidak lebih. Bahkan, beberapa biksu mengambil tindakan lebih lanjut dengan melakukan praktik veganisme atau vegetarianisme sebagai bagian dari hidup sederhana mereka. Mereka hanya makan makanan yang diperlukan untuk bertahan hidup dan alasan yang lebih mendalam, seperti penghematan energi dan kontribusi pada kesehatan lingkungan.

Terakhir, biksu menghindari terlibat dalam aktivitas politik atau bisnis agar mereka tidak terlalu terikat pada dunia. Mereka membawa hidup yang tidak berkepentingan dalam hal materi dan pencapaian duniawi. Mereka melayani sebagai contoh bagi orang lain dengan cara hidup mereka yang sederhana dan tidak berkelakuan memboroskan.

Dengan menjalani hidup sederhana, biksu Indonesia belajar menyederhanakan kehidupan mereka dan menemukan pemenuhan dalam diri mereka sendiri. Ini membuat mereka lebih terhubung dengan mereka sendiri dan dengan alam, membuat mereka merasa tenang dan damai batin. Ini juga memberikan mereka kesempatan untuk menjadi contoh yang baik bagi masyarakat yang memiliki gaya hidup yang rumit.

Memahami Kode Etik Dalam Sangha

Memahami Kode Etik Dalam Sangha

Sebagai seorang biksu, kedisiplinan dan menghormati kode etik yang berlaku sangat penting untuk dipegang teguh. Kesalahan atau pelanggaran kode etik dapat berdampak besar dan bahkan dapat mengakibatkan seseorang dikeluarkan dari Sangha. Oleh karena itu, memiliki pemahaman yang jelas tentang kode etik dalam Sangha sangat diperlukan.

Kode etik dalam Sangha mencakup berbagai hal, seperti cara berbicara, bersikap, dan berpakaian, hingga cara berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang biksu harus bersikap ramah dan santun dalam pergaulan sehari-hari, dan tidak boleh menggunakan bahasa kasar atau merendahkan orang lain.

Lebih lanjut, ada juga aturan tentang perilaku seksual yang harus diikuti. Seorang biksu harus menjauhi perilaku yang dapat memicu dorongan seksual, seperti menonton film atau foto yang mengandung adegan vulgar. Selain itu, seorang biksu juga tidak boleh melakukan hubungan seksual secara bebas atau melakukan tindakan pedofilia. Semua aturan ini bertujuan untuk menjaga kesucian dan kemurnian hidup seorang biksu.

Sangha juga melarang biksu untuk memiliki harta pribadi. Ini termasuk uang tunai, properti seperti tanah atau rumah, atau benda berharga seperti emas atau perak. Jika seorang biksu memperoleh harta seperti ini, maka harus disumbangkan untuk kepentingan umum atau Sangha.

Terakhir, tetapi tidak kalah penting, seorang biksu harus menghormati dan patuh terhadap superior dalam Sangha. Menurut tradisi, seorang biksu harus menerima segala keputusan dan perintah dari superior seperti seorang guru atau kepala biara. Kemampuan untuk tunduk dan patuh pada otoritas itu sendiri sudah merupakan bagian penting dari latihan spritual yang dilakukan dalam Sangha.

Jadi, untuk menjadi seorang biksu tidak bisa secara sembarangan. Selain menjalankan berbagai ritual dan praktik meditasi, seorang biksu juga harus patuh dan taat pada aturan dan etika yang berlaku di Sangha. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ini, diharapkan seorang biksu dapat menjadi panutan bagi masyarakat dan membangun ketenangan batin yang lebih dalam.

1. Apa itu biksu?

Biksu

Biksu adalah orang yang telah memutuskan untuk mengabdikan hidupnya mengikuti ajaran Buddha dan menjalankan kegiatan rohani yang berkaitan dengan ajaran Buddha. Biksu memilih untuk hidup dengan sederhana dan menjalankan kehidupan yang penuh arti dengan mengikuti ajaran Buddha. Orang yang ingin menjadi biksu perlu mengikuti beberapa syarat tertentu.

2. Syarat utama menjadi biksu

Syarat menjadi biksu

Syarat utama untuk menjadi biksu adalah seseorang harus memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupnya pada kegiatan rohani. Selain itu, seseorang juga harus mematuhi dan menjalankan ajaran Buddha, termasuk menjaga moralitas, memperkuat meditasi, dan memahami berbagai ajaran dalam Kitab Suci Buddha. Seorang biksu juga harus mengenali dan memahami segala sesuatu tentang kehidupan, termasuk seluk beluk penyakit, penderitaan, dan kesedihan yang dialami oleh manusia.

3. Menjaga moralitas

Menjaga moralitas

Seorang biksu harus menjaga moralitas dan membiasakan diri untuk hidup dengan tiga kebaikan, yaitu ketidakmampuan untuk mengambil sesuatu yang bukan milik kita, kejujuran dalam tindakan dan perkataan, dan ketidakberselisihan dengan ketentuan-ketentuan hukum atau ajaran agama yang dianutnya.

4. Memperkuat meditasi

Meditasi

Meditasi adalah salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh biksu. Meditasi membantu biksu untuk memusatkan pikiran, menenangkan emosi, dan mencapai pencerahan. Seorang biksu harus bermeditasi secara teratur dan memperlakukan dirinya dengan penuh kesabaran dan kegembiraan, harus memiliki pemahaman dan penghargaan atas meditasi sebagai cara untuk mencapai kesadaran tertinggi.

5. Memahami dan mengekspresikan Dharma

Mempelajari Dharma

Biksu dituntut untuk menguasai Dharma (ajaran atau filosofi) Buddha dan memahaminya dengan baik sehingga dapat mengajarkannya kepada orang lain. Sebagai seorang biksu, kemampuan tersebut sangatlah penting karena dapat membantu orang lain mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi.

6. Menjaga kesopanan dan keramahan

Biksu menjaga keramahan

Seorang biksu harus menjaga sopan santun, keramahan, dan tidak boleh mengkritik orang lain tanpa alasan yang cukup. Seorang biksu juga harus memperlakukan semua orang dengan penuh toleransi, kebaikan, kesabaran, dan pengampunan.

7. Menjaga kesederhanaan

Biksu menjaga kesederhanaan

Seorang biksu harus menjaga kesederhanaan dalam kehidupannya. Kehidupan yang sederhana mencakup perilaku yang bersahaja, pakaian yang sederhana, serta tampilan fisik yang bersih dan selalu merawat jiwa raga dengan baik.

8. Menjalankan latihan dan perenungan secara teratur

Biksu menjalankan latihan

Seorang biksu perlu menjalankan latihan dan perenungan secara teratur untuk mencapai pencerahan. Latihan dan perenungan ini meliputi berbagai praktik rohani, termasuk membaca kitab suci, bermeditasi, serta latihan pernapasan.

9. Mencapai pencerahan

Pencerahan

Tujuan utama dari menjadi biksu adalah mencapai pencerahan. Pencerahan adalah proses di mana seseorang mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terbebas dari segala macam penderitaan. Pencerahan mencakup melampaui semua batasan fisik dan psikologis yang dibawa oleh kehidupan manusia.

10. Kesimpulan

Biksu

Menjadi biksu bukanlah suatu keputusan yang mudah diambil. Orang yang ingin menjadi biksu harus memiliki tekad yang kuat, kesabaran, dan motivasi yang tinggi untuk mencapai kesadaran tertinggi ini. Meski sulit, namun menjadi biksu adalah salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan sejati dan membebaskan diri dari siklus kelahiran dan kematian. Dengan mengikuti ajaran Buddha dan menerapkan ajaran tersebut dalam hidup sehari-hari, seseorang bisa menjadi seorang biksu yang terbebas dari segala macam penderitaan dan mencapai pencerahan.

Maaf, sebagai AI bahasa alami, saya dapat memahami bahasa Indonesia, tetapi saya tidak dapat menulis dalam bahasa tersebut. Saya dapat membantu Anda dalam bahasa Inggris jika Anda inginkan. Terima kasih.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *