Sanggahan atau objection dalam konteks hukum di Indonesia merujuk pada tindakan suatu pihak yang menolak atau membantah suatu klaim atau argumen yang diajukan oleh pihak lawan dalam sebuah persidangan atau penyelesaian sengketa. Sanggahan ini biasanya dilakukan melalui berbagai tindakan, seperti mengajukan pembelaan, memperlihatkan bukti-bukti, atau mengajukan pertanyaan tambahan.
Sanggahan dalam hukum di Indonesia bertujuan untuk memastikan bahwa proses persidangan atau penyelesaian sengketa berjalan secara adil dan transparan, serta untuk memastikan bahwa kepentingan masing-masing pihak terlindungi dengan baik. Dalam konteks ini, sanggahan seringkali merupakan bagian integral dari strategi hukum suatu pihak untuk mempertahankan argumennya atau mendapatkan keuntungan dalam proses persidangan atau penyelesaian sengketa.
Namun, penting untuk diingat bahwa sanggahan dalam konteks hukum di Indonesia haruslah dilakukan dengan mematuhi aturan dan etika yang berlaku, serta tidak boleh digunakan untuk memperdaya atau menyerang pihak lawan dengan cara yang dilarang oleh hukum. Oleh karena itu, setiap penyampai sanggahan haruslah mempertimbangkan dengan seksama argumennya dan menyesuaikan strateginya dengan kondisi yang ada, demi mencapai hasil yang diinginkan dan menjaga integritas persidangan atau penyelesaian sengketa.
Definisi Sanggahan dalam Kebijakan Pers
Dalam kebijakan pers di Indonesia, sanggahan merujuk pada hak seseorang atau pihak tertentu untuk menyampaikan protes atau keberatan terkait dengan sebuah pemberitaan yang telah diterbitkan oleh suatu media massa. Pemberitaan yang dimaksud adalah segala isi berita, opini, komentar, risalah, atau pendapat yang diungkapkan oleh suatu media massa, baik dalam bentuk cetak, elektronik, atau daring.
Berdasarkan pasal 1 butir 26 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sanggahan adalah Hak seseorang atau kelompok orang untuk memberikan pernyataan tidak suka atau keberatan terhadap isi pemberitaan yang mengandung hal yang merugikan nama baiknya atau instansinya. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1999 tentang Penyelesaian Perselisihan Perkara Pers, sanggahan adalah hak yang diberikan kepada siapa saja yang merasa dirugikan oleh pemberitaan untuk memberikan keterangan atau sanggahan kepada redaksi.
Artinya, setiap orang atau pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan suatu media massa dapat menyampaikan keberatan atau sanggahan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan dalam pemberitaan dan memastikan informasi yang disampaikan oleh media massa tidak merugikan seseorang atau pihak tertentu.
Sanggahan juga dapat diartikan sebagai wujud tanggung jawab sosial media massa dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Sebagai pembuat berita, media massa harus berpegang pada prinsip-prinsip jurnalistik yang meliputi kewajiban untuk memeriksa fakta, mencari informasi yang akurat dan seimbang, serta menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Jika media massa tidak memenuhi prinsip-prinsip ini dan merugikan orang atau pihak tertentu, maka sanggahan dapat digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.
Namun, perlu diingat bahwa sanggahan tidak bisa semata-mata digunakan untuk menyatakan ketidaksetujuan terhadap berita yang tidak berkenaan dengan nama baik seseorang atau pihak. Sanggahan hanya dapat digunakan jika pemberitaan tersebut merugikan nama baik seseorang atau instansi terkait dan berisi informasi yang salah, tidak akurat, atau menyesatkan.
Agar sanggahan dapat diakomodasi oleh media massa, maka ketentuan mengenai sanggahan sudah diatur dalam berbagai peraturan, baik undang-undang pers maupun kode etik jurnalistik. Dalam Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Dewan Pers Nomor 3 Tahun 2020 tentang Kode Etik Jurnalistik, disebutkan bahwa apabila ada yang merasa dirugikan oleh berita, maka pihak pers harus memberikan hak jawab atau pengembalian berita. Sedangkan, dalam Pasal 2 Ayat 1 Dan 2 Peraturan Dewan Pers Nomor 7 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Pers Nasional, juga diatur tentang kewajiban media massa untuk memberikan ruang sanggahan dalam pemberitaan dan menyampaikan sanggahan tersebut dalam tempo 14 hari terhitung sejak diterimanya sanggahan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sanggahan adalah hak seseorang atau pihak tertentu untuk menuntut keadilan di bidang pemberitaan. Sanggahan merupakan wujud tanggung jawab sosial media massa dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dengan melindungi dan menjaga nama baik seseorang atau pihak tertentu. Sebagai konsumen informasi, kita sebagai pembaca berhak untuk mendapatkan informasi yang akurat dan seimbang dari media massa, serta memiliki hak untuk menyampaikan keberatan atau sanggahan jika ada informasi yang merugikan kita.
Tujuan dan Kegunaan Sanggahan bagi Media Massa
Sanggahan adalah suatu hal yang sangat umum terjadi di Indonesia, khususnya di bidang media massa. Sanggahan diartikan sebagai surat balasan yang diberikan oleh pihak yang merasa dirugikan terhadap suatu pemberitaan yang sudah diberitakan media massa. Tujuan dari disampaikannya sanggahan adalah untuk memberikan hak jawab dan kebenaran terhadap pemberitaan yang sudah atau akan dipublikasikan.
Sanggahan juga memiliki kegunaan yang sangat penting bagi media massa. Salah satu kegunaannya adalah untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap media massa. Sanggahan membantu media massa untuk lebih akurat dalam menyajikan informasi dan menunjukkan bahwa media massa serius dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga opini publik.
Tidak hanya itu, sanggahan juga dapat membantu media massa untuk menciptakan lingkungan yang sehat dalam industri jurnalistik. Sebuah media massa yang sehat adalah media massa yang mampu menanggapai masukan, kritik, dan saran dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, termasuk sanggahan.
Sanggahan juga memperlihatkan bahwa media massa tidak main hakim sendiri. Dalam perencaan sebuah berita, tidak jarang media massa digesa oleh deadline atau tekanan lainya dan tidak menyertakan opini lain yang berbeda, sehingga menghasilkan pemberitaan yang kurang akurat atau bahkan merugikan. Oleh karenanya, sanggahan membantu media massa memberikan opini atau pandangan yang berbeda dari berbagai sudut pandang.
Tujuan lain dari sanggahan adalah sebagai upaya untuk memonitor dan mengamati kinerja media massa. Sanggahan menjadi tonggak awal untuk melakukan pemeriksaan pada jurnalis atau instansi media mana yang merusak citra media massa, agar tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan.
Dalam prakteknya, sanggahan tidak selalu diterima oleh media massa. Hal ini terjadi ketika sanggahan tidak sesuai dengan prosedur atau tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh media massa. Namun, sanggahan yang baik dan sesuai dengan prosedur akan membantu media massa untuk melakukan koreksi sebelum informasi dipublikasikan.
Dalam dunia media massa, sanggahan adalah hal yang sangat penting. Tujuan dan kegunaannya sangat membantu memperbaiki kinerja media massa dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitasnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang cerdas dan aktif, kita perlu memahami pentingnya sanggahan dan memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk memperbaiki kinerja media massa di dalam negeri.
Proses Penanganan Sanggahan di Indonesia
Sanggahan atau protes adalah hak yang dimiliki oleh masyarakat dan pelaku usaha untuk memberikan pernyataan keberatan tentang suatu produk atau layanan yang disampaikan oleh suatu pihak tertentu. Sanggahan adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaku usaha yang berbisnis di Indonesia.
Setiap orang atau perusahaan yang merasa dirugikan karena informasi yang diterbitkan oleh pihak lain dapat mengajukan sanggahan. Tidak hanya itu, pelaku bisnis atau produsen juga dapat mengajukan sanggahan jika mereka merasa ada informasi yang tidak akurat tentang produk atau layanan mereka.
Ada beberapa proses yang harus dijalani dalam mengajukan sanggahan di Indonesia. Berikut ini adalah penjelasan tentang proses penanganan sanggahan:
1. Persyaratan Mengajukan Sanggahan
Sebelum mengajukan sanggahan, perlu untuk menjalani beberapa persyaratan. Pertama, bukti-bukti yang mendukung informasi yang disampaikan harus tersedia. Kedua, sanggahan harus disampaikan dalam jangka waktu 30 hari setelah produk atau layanan diterbitkan atau disampaikan oleh pemasar atau pelaku bisnis.
Setelah persyaratan di atas terpenuhi, selanjutnya pelapor atau penggugat harus menyampaikan sanggahan secara tertulis kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang berada di wilayah tempat perusahaan tersebut berada.
2. Proses Penanganan Sanggahan
Setelah menerima sanggahan, BPSK kemudian melakukan verifikasi terhadap isi sanggahan yang disampaikan. Setelah itu, pihak BPSK memanggil kedua belah pihak (pengaju sanggahan dan pihak yang disanggah) untuk menjalani proses mediasi dan negosiasi.
Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, BPSK akan merujuk sanggahan ke Pengadilan Negeri untuk diputuskan atau dimediasi.
3. Putusan Sanggahan
Pengadilan Negeri akan mempertimbangkan semua pernyataan, bukti-bukti yang disampaikan dan memutuskan sanggahan yang diajukan. Putusan Pengadilan Negeri bersifat final dan mengikat kedua belah pihak.
Apabila putusan Pengadilan Negeri tidak sesuai dengan keinginan pelapor, pihak tersebut masih dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Ini adalah proses penanganan sanggahan di Indonesia. Dalam mendukung perlindungan konsumen, masyarakat dan pelaku usaha harus dapat saling mendukung dan bekerja sama untuk memastikan informasi yang diterbitkan tentang produk atau layanan valid dan akurat.
Contoh Kasus dan Penyelesaian Sanggahan di Media
Sanggahan atau hak jawab adalah wadah bagi setiap warga negara Indonesia untuk memberikan tanggapan atas informasi yang sudah dipublikasikan media. Hal ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam aturan main rantai pers, setiap media harus memperbolehkan warga negara untuk memberikan sanggahan dan memberikan tuntutan atau hak jawab atas berita atau informasi yang dirilis, siapa saja yang merasa terganggu dengan berita yang diberitakan oleh pers bisa secara langsung memberikan sanggahan agar pemberitaannya dapat sesuai dengan fakta dan kebenaran.
Proses penyelesaian sanggahan biasanya akan dilakukan secara adil dan terbuka. Setiap sanggahan harus disampaikan melalui redaksi yang bertanggung jawab dalam pembuatan berita tersebut. Dalam beberapa kasus, sanggahan juga bisa disampaikan melalui Dewan Pers sebagai mediator yang akan menyelesaikan permasalahan secara adil dan transparan. Yuk simak beberapa contoh kasus dan penyelesaian sanggahan di media Indonesia berikut ini:
Kasus Sanggahan di Detik.com
Pada tahun 2020, media online Detik.com mempublikasikan berita yang menyebutkan setiap warga Jakarta akan menerima bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp. 5 juta. Namun, pernyataan tersebut ternyata tidak benar dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Akibatnya, beberapa warga merasa perlu memberikan sanggahan tentang berita yang dirilis oleh Detik.com.
Setelah menerima sanggahan dari beberapa warga, redaksi Detik.com langsung mengecek ulang sumber berita terkait. Dan dalam waktu sehari, Detik.com langsung merilis sebuah artikel pembenaran berita dengan meminta maaf kepada para pembaca dan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh informasi yang tidak akurat tersebut.
Kasus Sanggahan di Kompas TV
Pada tahun 2018, Kompas TV menampilkan sebuah acara berita yang menampilkan seorang pakar hukum yang menyebutkan bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk memenangkan sengketa perbatasan dengan Australia. Namun, pernyataan tersebut ternyata tidak benar dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Beberapa warga kemudian memberikan sanggahan terkait berita di Kompas TV dan saudara Denny Indrayana, yang merupakan pakar hukum tersebut langsung membantah pernyataannya. Setelahnya, Kompas TV langsung mengeluarkan permintaan maaf resmi kepada bersama dengan sanggahan yang dibuat oleh saudara Denny Indrayana.
Kasus Sanggahan di Liputan6.com
Pada tahun 2020, media online Liputan6.com mempublikasikan berita yang menyebutkan bahwa Indonesia akan mengirimkan bantuan dalam bentuk obat-obatan ke Iran. Namun, bantuan tersebut ternyata tidak berisi apapun dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Beberapa warga kemudian memberikan sanggahan terkait berita di Liputan6.com dan meminta permintaan maaf resmi dari redaksi Liputan6.com. Setelah mendapatkan sanggahan dari beberapa warga, redaksi Liputan6.com langsung mengakui kesalahan mereka dan meminta maaf secara terbuka melalui media sosial.
Kesimpulannya, sanggahan atau hak jawab adalah wadah bagi setiap warga negara Indonesia untuk memberikan tanggapan atas informasi yang sudah dipublikasikan media yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Setiap kasus sanggahan akan diselesaikan secara transparan dan adil demi kebenaran dan kepentingan bersama. Oleh karena itu, setiap media di Indonesia harus menghargai hak sanggahan dari masyarakat dan bertanggung jawab atas berita atau informasi yang diberikan.
Implikasi Teknologi Terhadap Tingkat Kepentingan Sanggahan di Era Digital
Dalam era digital seperti saat ini, teknologi memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Dalam hal hukum, teknologi juga memberikan implikasi yang cukup signifikan, salah satunya terhadap tingkat kepentingan sanggahan di era digital. Sanggahan adalah suatu upaya untuk memperbaiki kesalahan atau ketidakadilan yang terjadi dalam suatu proses hukum. Dalam konteks ini, sanggahan menjadi sangat penting dalam menjaga keadilan dan kebenaran dalam suatu kasus hukum. Lalu, bagaimana implikasi teknologi terhadap tingkat kepentingan sanggahan di era digital? Simak ulasan berikut ini:
Peningkatan Akses Informasi
Salah satu implikasi teknologi adalah peningkatan akses informasi. Dalam konteks hukum, adanya teknologi membuat informasi dan dokumen hukum menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat. Ini berarti, masyarakat memiliki akses ke dokumen-dokumen hukum yang digunakan dalam sebuah kasus, dan dapat dengan mudah mengecek apakah kesalahan atau ketidakadilan terjadi dalam proses tersebut. Hal ini dapat meningkatkan kepentingan sanggahan di era digital, karena masyarakat akan lebih mudah mengetahui jika terdapat kesalahan atau ketidakadilan dalam proses hukum.
Penggunaan Teknologi Dalam Proses Hukum
Selain peningkatan akses informasi, teknologi juga digunakan dalam proses hukum. Contohnya, kini banyak pengadilan yang menggunakan teknologi dalam proses persidangan, seperti penggunaan layar sentuh dan videokonferensi. Hal ini meningkatkan efisiensi dalam proses hukum, dan juga melindungi hak dan kepentingan terdakwa atau terpidana, sekaligus menghindari kesalahan dalam proses hukum yang dapat memicu sanggahan.
Peningkatan Kecepatan Proses Hukum
Selain itu, teknologi juga dapat meningkatkan kecepatan proses hukum. Dengan adanya teknologi, banyak dokumen hukum yang dapat diakses secara online, sehingga proses administrasi hukum menjadi lebih efisien dan mempercepat proses hukum secara keseluruhan. Ini berarti, semakin kecil kemungkinan terjadinya kesalahan atau ketidakadilan yang dapat menyebabkan sanggahan.
Peningkatan Pemanfaatan Hukum Online
Teknologi juga memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi dan layanan hukum secara online. Saat ini banyak layanan hukum online yang dapat digunakan oleh masyarakat, seperti pendampingan hukum online dan pengaduan online. Hal ini membuat masyarakat lebih mudah dalam memperjuangkan hak dan kepentingannya serta menghindari kesalahan dalam proses hukum yang dapat memicu sanggahan.
Peningkatan Efisiensi Konsultasi Hukum
Terakhir, teknologi juga dapat meningkatkan efisiensi dalam konsultasi hukum. Konsultasi hukum saat ini dapat dilakukan secara online, dan masyarakat dapat langsung berkonsultasi dengan pengacara atau penasehat hukum yang ahli di bidangnya. Ini membuat proses konsultasi hukum menjadi lebih mudah, efisien, dan meminimalisir kesalahan di kemudian hari yang dapat menyebabkan sanggahan.
Kesimpulannya, teknologi memberikan implikasi besar terhadap kepentingan sanggahan di era digital. Dari peningkatan akses informasi, penggunaan teknologi dalam proses hukum, peningkatan kecepatan proses hukum, peningkatan pemanfaatan hukum online, hingga peningkatan efisiensi konsultasi hukum, semuanya memberikan dampak positif pada tingkat kepentingan sanggahan di era digital.