Masyarakat multikultural dan masyarakat majemuk adalah dua konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang heterogen atau beragam. Di Indonesia, kedua konsep ini seringkali disamakan dan dianggap memiliki arti yang sama. Namun, sebenarnya terdapat perbedaan penting antara kedua konsep tersebut.
Masyarakat multikultural merujuk pada masyarakat yang terbentuk dari lebih dari satu budaya atau etnis yang berbeda namun tetap hidup bersama secara harmonis. Dalam masyarakat multikultural, suku, agama, dan budaya yang berbeda dapat saling menghormati dan berinteraksi dengan baik tanpa adanya diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil. Contoh masyarakat multikultural di Indonesia adalah Bali, Toraja, dan Betawi.
Sedangkan masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbentuk dari beberapa kelompok etnis atau budaya yang hidup terpisah-pisah dan memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Dalam masyarakat majemuk, terdapat kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam hak dan kewajiban serta adanya diskriminasi. Contoh masyarakat majemuk di Indonesia adalah Papua, Timor Leste, dan Aceh.
Perbedaan antara kedua konsep tersebut terletak pada tingkat integrasi dan kesetaraan yang terjadi di dalam masyarakat. Masyarakat multikultural mempromosikan pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan budaya dan etnis, sedangkan masyarakat majemuk cenderung membagi masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah-pisah.
Masyarakat multikultural memungkinkan masyarakat untuk menggali potensi dalam keberagaman, sedangkan masyarakat majemuk cenderung mengakibatkan persaingan dan konflik antara kelompok-kelompok etnis atau budaya yang berbeda.
Dalam konteks Indonesia, menjadi masyarakat multikultural adalah pilihan yang tepat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil serta makmur. Semangat gotong-royong dan menghargai perbedaan yang tumbuh di masyarakat Indonesia menjadi modal untuk mengembangkan keberlangsungan dalam kebinekaan dan kebahagiaan bersama.