Ciri-ciri Budaya Indonesia Lama yang Menghambat Kewirausahaan di Indonesia

1. Mentalitas Pasrah dan Takut Gagal
Budaya Indonesia lama yang masih terbawa hingga saat ini adalah mentalitas pasrah dan takut gagal. Hal ini menjadi penghambat utama bagi seseorang untuk berwirausaha. Karena jika seseorang selalu berpikir tidak mampu dan takut gagal, maka mereka tidak akan memiliki semangat untuk mencoba berwirausaha.

2. Kurangnya Inovasi dan Kreativitas
Budaya Indonesia lama yang bersifat kepatutan atau patuh terhadap tradisi dan norma yang ada, sering membawa inovasi dan kreativitas yang rendah dalam masyarakat Indonesia. Sehingga, semua orang cenderung melakukan hal yang sama, seperti meniru bisnis orang lain tanpa inovasi dan kreativitas yang lebih.

3. Kurangnya Kesadaran Akan Pendidikan dan Pengetahuan Kewirausahaan
Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pengetahuan kewirausahaan juga menjadi ciri budaya Indonesia lama yang menghambat kewirausahaan. Padahal, kewirausahaan adalah suatu ilmu yang dapat dipelajari dan dipraktekkan sehingga memungkinkan masyarakat untuk menjadi pengusaha yang sukses.

4. Penghargaan yang Tinggi terhadap Status Sosial
Budaya Indonesia lama yang terfokus pada status sosial menjadi penghambat lainnya bagi kewirausahaan di Indonesia. Banyak orang Indonesia lebih memilih untuk bekerja pada perusahaan besar sebagai pegawai, karena dianggap lebih mudah untuk meraih status sosial yang tinggi.

5. Ketidakpercayaan terhadap Kemitraan Bisnis
Salah satu ciri budaya Indonesia lama yang dapat menghambat kewirausahaan adalah ketidakpercayaan terhadap kemitraan bisnis. Kemitraan bisnis sangat penting dalam pengembangan bisnis yang lebih besar dan lebih sukses. Namun, kurangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap kemitraan bisnis membuat mereka enggan untuk mencobanya.

Ketergantungan pada nilai-nilai tradisional


adat istiadat indonesia

Salah satu ciri khas dari manusia Indonesia lama adalah ketergantungan pada nilai-nilai tradisional atau yang sering disebut dengan adat istiadat. Adat istiadat tersebut mencakup cara berpakaian, cara berbicara, cara bersosialisasi, dan cara berbisnis yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang mereka. Meskipun adat istiadat sudah ada beberapa ratus tahun lalu, tetapi kesadaran untuk mengakui dan menerapkannya saat berbisnis, terutama kewirausahaan, masih tinggi di kalangan masyarakat Indonesia.

Namun terkadang, ketergantungan pada nilai-nilai tradisional ini menghambat kewirausahaan di Indonesia. Salah satu hal yang paling berpengaruh adalah dalam hal pemilihan karir atau pekerjaan. Di mana, sejak dulu, orang tua seringkali menentukan karir atau pekerjaan anak-anak mereka tanpa mempertimbangkan minat dan bakat anak tersebut. Orang tua cenderung menentukan profesi anak mereka berdasarkan pandangan tradisional seperti perempuan harus menjadi ibu rumah tangga atau pria harus menjadi pekerja.

Tidak hanya masalah dalam memilih karir atau profesi saja, adat istiadat juga memengaruhi gaya kepemimpinan dalam dunia bisnis di Indonesia. Dalam kebanyakan kasus, sistem kepemimpinan utama yang diterapkan dalam bisnis masih sangat otoriter. Manajer atau pemilik bisnis cenderung mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan karyawan atau anggota tim lainnya. Singkatnya, hubungan boss-bawahan yang kurang harmonis menghambat potensi bisnis yang lebih besar.

Selain itu, dalam budaya Indonesia, terdapat lapisan-lapisan dalam masyarakat. Hal ini membuat praktek kebijakan yang adil dan merata di dalam dunia bisnis menjadi lebih sulit. Dalam beberapa kasus, kelompok tertentu dapat lebih diuntungkan dibandingkan yang lainnya.

Di samping itu, aspek nilai-nilai tradisional lainnya seperti malu atau takut melakukan kesalahan, juga dapat menghambat kewirausahaan di Indonesia. Sebagai contoh, seseorang yang memulai usaha, akan sangat takut jika gagal karena takut akan dihakimi dan dicap sebagai orang yang tidak sukses. Akibatnya, banyak orang menjadi ragu-ragu untuk mengambil risiko dan memulai usaha mereka sendiri.

Meskipun demikian, adat istiadat masih dapat memberikan nilai positif bagi bisnis. Salah satunya adalah nilai kekeluargaan dan kekelompokan yang sangat kuat di Indonesia. Hal ini mengharuskan para pemimpin bisnis untuk membangun hubungan yang dekat dengan karyawan, pelanggan, dan mitra bisnis mereka. Menghormati norma etika lokal dan menganut asas-asas moral yang baik juga menjadi nilai positif yang dapat memperkuat karakter bisnis Indonesia.

Dalam beberapa kasus, tradisi dan adat juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sebagai contoh, di beberapa daerah Indonesia, seperti Bali atau Yogyakarta, adat-istiadat lokal sangat dihargai dan dijadikan sebagai daya tarik wisata. Namun, di bidang bisnis, adat-istiadat lokal perlu disesuaikan dengan kebutuhan bisnis dan jangan sampai menghambat kemajuan atau keberhasilan.

Jadi, meskipun adat istiadat dapat menjadi penghambat kewirausahaan di Indonesia, namun demi menjaga identitas dan kebudayaan Indonesia yang kaya, tradisi dan adat-istiadat perlu tetap dijaga dan dihargai. Sebagai pengusaha, kita dapat mempelajari aspek positif dan mempraktikkannya dalam mengelola bisnis aga tetap mengikuti lingkungan bisnis yang berubah dan dinamis.

Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan


Indonesia Lama Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan

Satu lagi ciri manusia Indonesia lama yang menghambat kewirausahaan adalah ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan untuk berpegang teguh pada tradisi dan kebiasaan lama serta menganggap segala perubahan sebagai sesuatu yang merugikan. Selain itu, sifat pasrah dan mengikuti arus juga membuat manusia Indonesia lama kurang mampu mengambil inisiatif dan risiko dalam melakukan perubahan.

Meskipun zaman terus berubah, namun banyak manusia Indonesia lama yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang dialami. Chip Heath dan Dan Heath dalam bukunya “Switch” menyebut bahwa manusia cenderung sulit untuk membuat perubahan karena adanya “kendala psikologis” yang membuat mereka bertahan dengan apa yang sudah familiar. Kendala tersebut di antaranya adalah:

1. Status quo bias, yaitu ketidaknyamanan dengan perubahan karena merasa nyaman dengan keadaan sekarang.

2. Endowment effect, yaitu manusia memiliki kecenderungan melebih-lebihkan nilai objek yang sudah dimilikinya. Hal ini membuat manusia lebih mempertahankan apa yang mereka miliki daripada mencoba hal baru.

3. Loss aversion, yaitu manusia lebih takut kehilangan daripada memperoleh sesuatu. Akibatnya, manusia cenderung mempertahankan keadaan yang ada daripada melakukan perubahan yang tidak pasti akibatnya.

4. Confirmation bias, yaitu kecenderungan manusia untuk mencari konfirmasi dari apa yang sudah diyakininya daripada mencari informasi yang baru dan berbeda.

5. Herding bias, yaitu kecenderungan manusia untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kondisinya sendiri. Hal ini membuat manusia cenderung mengambil keputusan yang sama dengan orang lain meskipun tidak sesuai dengan keadaannya sendiri.

Selain itu, faktor ekonomi juga mempengaruhi ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan pada manusia Indonesia lama. Adanya kemiskinan, pengangguran, dan ketidaksetaraan ekonomi membuat mereka sulit untuk memulai usaha baru dan mencoba hal-hal yang belum familiar. Selain itu, kurangnya akses terhadap teknologi dan pendidikan membuat mereka kurang mampu menghadapi perubahan yang terjadi.

Masalah ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan bisa menghambat kewirausahaan di Indonesia. Seorang wirausahawan harus mampu memahami perubahan yang terjadi dan cepat dalam mengambil inisiatif untuk memanfaatkannya. Dalam era revolusi industri 4.0 saat ini, kewirausahaan menjadi sangat penting untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, manusia Indonesia lama perlu belajar dan beradaptasi dengan perubahan agar dapat menjadi pengusaha yang sukses.

Tidak memiliki risiko yang tinggi


Risiko kewirausahaan Indonesia

Salah satu ciri-ciri manusia Indonesia lama yang menghambat kewirausahaan di Indonesia adalah tidak memiliki risiko yang tinggi. Indonesia memang terkenal dengan budaya yang aman dan kurang menyukai risiko. Hal ini dipengaruhi oleh konsep gotong royong, di mana masyarakat cenderung memilih untuk bekerja bersama-sama daripada sendiri dan menuai keuntungan sendiri.

Hal ini berbeda dengan budaya kewirausahaan di Amerika Serikat, di mana individualsim sangat dihargai dan orang didorong untuk mengambil risiko dalam usaha untuk mencapai sukses.

Berbagai peluang bisnis besar dan menjanjikan terkadang lewat dari tangan kita karena kita terlalu takut untuk mengambil risiko. Sebagai contoh, seorang pengusaha muda Indonesia mungkin tidak berani mengambil risiko untuk memulai bisnis baru karena takut kehilangan modal yang sudah diinvestasikan. Padahal, tanpa mengambil risiko, kita tidak akan pernah tahu sejauh mana potensi bisnis tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi kita semua untuk memahami bahwa bisnis selalu melibatkan risiko dan bahwa kegagalan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Mengambil risiko yang tepat dengan perhitungan matang dapat memberikan keuntungan besar bagi bisnis kita di masa depan.

Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait dapat membantu mendorong kewirausahaan dengan memberikan insentif dan perlindungan bagi para pengusaha yang berani mengambil risiko. Dukungan dan bimbingan dari pihak lain juga dapat membantu pengusaha untuk mengurangi risiko dan menghindari kegagalan yang tidak perlu.

Sebagai contoh, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memiliki program untuk mendukung pengusaha kreatif dan membimbing mereka dalam memulai bisnis. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak dan perizinan untuk industri tertentu yang dianggap strategis dan memiliki potensi besar, seperti sektor pariwisata dan energi terbarukan.

Secara umum, untuk mengembangkan budaya kewirausahaan yang kuat dan berkelanjutan di Indonesia, kita semua harus mulai mengambil risiko dan belajar dari kegagalan. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat juga sangat penting untuk membantu pengusaha mengatasi risiko dan mengembangkan bisnis mereka menjadi lebih besar dan lebih sukses.

Kurangnya inovasi dan ide-ide baru


Kreativitas di Indonesia

Salah satu ciri manusia Indonesia lama yang menghambat kewirausahaan di Indonesia adalah kurangnya inovasi dan ide-ide baru. Hal ini disebabkan oleh adanya masa lalu yang traumatis seperti masa penjajahan dan keterbatasan sumber daya ekonomi serta pendidikan yang kurang baik. Semua faktor ini menyebabkan manusia Indonesia lama kurang berani memulai bisnis dengan konsep yang baru dan inovatif.

Selain itu, budaya kita yang kurang mementingkan kreativitas juga menjadi faktor penyebab kurangnya inovasi dan ide-ide baru di Indonesia. Budaya meniru orang lain dan kurang menghargai aspek inovatif dari suatu produk merupakan penghambat bagi kemajuan kewirausahaan di Indonesia.

Hal ini tentunya menjadi perhatian serius bagi kita semua sebagai generasi muda yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan di Indonesia. Namun, tidaklah mudah untuk berinovasi dan menciptakan ide-ide baru.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya ide-ide baru adalah:

1. Paparan terhadap informasi terbatas

Keterbatasan informasi di Indonesia

Keterbatasan akses terhadap informasi dan media yang kurang berkualitas merupakan faktor utama yang menyebabkan kurangnya ide-ide baru di Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah oleh rendahnya tingkat literasi yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Sebagai contoh, sedikitnya paparan terhadap informasi dan teknologi membuat masyarakat Indonesia kurang eksposur terhadap kreasi dan ide-ide baru dari negara lain. Padahal, banyak inovasi dan sistem kewirausahaan sukses dari negara lain yang dapat menjadi inspirasi bagi wirausahawan Indonesia.

2. Kurangnya dukungan dan pelatihan

Pendidikan di Indonesia

Kurangnya pelatihan dan dukungan kepada calon wirausahawan baru di Indonesia juga merupakan faktor yang penting. Pelatihan untuk kreativitas dan skill memulai suatu bisnis sangat perlu diberikan agar seseorang dapat memulai suatu usaha tanpa mengalami kesalahan-kesalahan yang merugikan. Namun, sayangnya kurangnya pengembangan SDM di Indonesia menyebabkan hal tersebut kurang mendapat perhatian serta respon yang maksimal dari pemerintah.

3. Biaya Mahal dalam Berinovasi

Keterbatasan ekonomi Indonesia

Biaya yang mahal untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk atau jasa menjadi penyebab faktor kurangnya inovasi dan ide-ide baru. Bagi para pemula yang ingin berbisnis tentunya sangat sulit untuk berinovasi, apalagi bila harus menambah beban biaya untuk riset dan pengembangan produk baru. Faktor ekonomi yang kurang membaik semakin membuat kemampuan manusia Indonesia lama untuk berinovasi menjadi tertahan.

4. Kurangnya keterbukaan terhadap nilai-nilai baru

Budaya Orang Indonesia

Budaya Indonesia yang kurang suka menerima nilai-nilai baru juga menjadi penghambat berkembangnya wirausaha dan ide-ide baru. Orang Indonesia biasanya lebih suka menjaga ritus budaya tradisional dan enggan untuk merubah sesuatu yang diterima secara turun-temurun.

Kondisi ini menyebabkan para calon pengusaha menjadi enggan menerapkan sistem atau pola baru yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas usaha yang mereka jalankan. Padahal, beradaptasi dengan perubahan dan tren yang berkembang sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan ide bisnis.

Itulah beberapa faktor kurangnya inovasi dan ide-ide baru yang perlu kita waspadai sebagai anak bangsa. Dalam mewujudkan semangat kewirausahaan di Indonesia, kita harus berani berinovasi dan menciptakan ide-ide baru yang dapat mengembangkan kualitas bisnis kita. Sudah saatnya kita berubah menjadi manusia Indonesia yang lebih inovatif dan terbuka terhadap perubahan. Kitapun harus mengikuti perkembangan zaman agar tidak tertinggal dan siap menghadapi persaingan global di masa depan.

Ciri-ciri Manusia Indonesia Lama yang Menghambat Kewirausahaan di Indonesia

Indonesia menjadi negara yang memiliki potensi besar untuk bersinar dalam dunia kewirausahaan. Tidak hanya memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun juga memiliki sumber daya manusia yang tangguh untuk berkembang menjadi pengusaha-pengusaha handal. Sayangnya, dalam prakteknya, masih banyak ditemukan hambatan-hambatan yang menghambat kemajuan kewirausahaan di Indonesia.

Berikut adalah lima ciri-ciri manusia Indonesia lama yang menghambat kewirausahaan di Indonesia.

Individualisme yang Mengganggu Kerja Sama Tim


Individualisme yang Mengganggu Kerja Sama Tim

Budaya kerja tim masih belum menjadi sesuatu yang umum di Indonesia. Masih banyak ditemukan individu-individu yang lebih memilih bekerja sendiri dan menganggap bahwa dirinya lebih mampu daripada bekerja dalam tim. Padahal, dalam dunia kewirausahaan, kerja sama tim adalah hal yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan.

Individu yang terlalu individualistis rentan menimbulkan masalah dalam sebuah tim. Mereka cenderung tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, merasa bahwa pendapat mereka yang terbaik, dan tentunya kurang sabar dalam menghadapi masalah. Karena itu, individu seperti ini harus berubah karakter menjadi lebih menghargai pendapat orang lain, bahu-membahu dalam mengatasi masalah, serta meningkatkan kerjasama tim untuk mencapai tujuan bersama.

Kakofonisme dalam Komunikasi


Kakofonisme dalam Komunikasi

Ketidakjelasan dalam berkomunikasi masih menjadi masalah yang sering ditemukan di Indonesia. Fenomena ini bisa dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari budaya, karakteristik masing-masing daerah, sampai kendala bahasa.

Kendala bahasa menjadi masalah yang cukup besar dalam berkomunikasi, terutama ketika terjadi perbedaan bahasa antara dua individu. Hal ini bisa menimbulkan salah paham atau kekeliruan dalam menyampaikan pesan.

Agar tidak menghambat kewirausahaan di Indonesia, orang-orang harus bisa menyesuaikan diri dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa ini harus dikuasai oleh semua orang, bahkan oleh mereka yang tidak terbiasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

Menuntut Perlakuan Spesial


Menuntut Perlakuan Spesial

Sifat meminta perlakuan spesial menjadi salah satu ciri khas manusia Indonesia lama yang masih cukup kental. Seringkali, kelompok-kelompok tertentu merasa memiliki hak khusus dan menginginkan perlakuan yang spesial yang sebenarnya mengganggu iklim kerja yang baik.

Pola kerja seperti ini sangat menghambat kewirausahaan, terutama dalam pengembangan karir pegawai atau pembentukan tim. Dalam suatu tim, setiap orang harus bekerja secara profesional tanpa membedakan latar belakang atau status sosialnya.

Oleh karena itu, semua orang harus menghargai hak peluang yang sama dan menyesuaikan diri bersama ke dalam lingkungan yang lebih inklusif dan profesional.

Menunda-nunda dan Tidak Disiplin


Menunda-nunda dan Tidak Disiplin

Sifat menunda-nunda dan tidak disiplin masih sering ditemukan dalam masyarakat Indonesia. Padahal, dalam dunia kewirausahaan, disiplin sangat penting untuk menjalankan semua tugas dengan tepat waktu dan tepat sasaran. Melakukan semua tugas dengan tepat waktu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja.

Hal ini juga akan membantu dalam menyelesaikan masalah saat harus bekerja sama dalam sebuah tim. Saat setiap orang disiplin dan tepat waktu, tidak ada yang terlewat dalam menyelesaikan tugasnya sehingga kesalahan dapat diminimalkan.

Rasa Takut Akan Gagal


Rasa Takut Akan Gagal

Terakhir, rasa takut akan gagal juga menjadi hambatan dalam mengembangkan kewirausahaan di Indonesia. Rasa takut akan gagal seringkali membuat individu menjadi pasif, seolah-olah tidak mau mencoba hal baru dengan alasan takut mengalami kegagalan.

Padahal, setiap kegagalan harus dijadikan sebagai pembelajaran dan perkembangan. Dalam dunia kewirausahaan, keberhasilan hanya didapatkan setelah melalui banyak kegagalan. Oleh karena itu, individu harus memperkuat dirinya dengan sikap yang penuh semangat dalam menghadapi tantangan dan kegagalan.

Dengan sikap yang positif tersebut, seseorang akan menjadi lebih terbuka dalam mencoba hal baru dan belajar dari kesalahan di masa lalu.

Kesimpulan

Dari lima ciri-ciri manusia Indonesia lama yang menghambat kewirausahaan di Indonesia tersebut, kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa perubahan budaya dan karakteristik manusia Indonesia menjadi sangat penting untuk mendorong perkembangan kewirausahaan. Dengan menyesuaikan diri pada ketentuan dan budaya baru, sama-sama menjaga kepercayaan dalam tim, dan mempraktekkan disiplin dalam bekerja, kita dapat bersama-sama melakukan yang terbaik dan mencapai kesuksesan di kancah internasional.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *